Menarik

Indonesia Paling Tinggi? Membandingkan Pajak Hiburan di Dunia

Hiburan merupakan salah satu kebutuhan masyarakat modern saat ini. Mulai dari menonton film di bioskop, konser musik, hingga mengunjungi taman hiburan. Namun tahukah Anda bahwa sebagian besar kegiatan hiburan ini sebenarnya dikenai pajak oleh pemerintah?

Pajak hiburan di Indonesia sendiri dikenal cukup tinggi, bahkan tertinggi di dunia! Lalu bagaimana dengan negara lain di dunia? Yuk kita bandingkan tarif pajak hiburan di berbagai negara!

Apa Itu Pajak Hiburan?

Sebelum membandingkan lebih jauh, kita perlu pahami dulu definisi pajak hiburan itu sendiri.

Pajak hiburan adalah pungutan wajib yang dikenakan pada jasa penyelenggaraan hiburan. Jasa hiburan sendiri meliputi:

  • Pertunjukan film
  • Pagelaran kesenian, musik, tari, dan busana
  • Kontes kecantikan
  • Pameran
  • Diskotik, karaoke, klab malam
  • Sirkus, akrobat, dan sulap
  • Permainan bilyar, golf, dan bowling
  • Pacuan kuda, kendaraan bermotor, permainan ketangkasan

Jadi bisa kita simpulkan bahwa pajak hiburan itu seperti pajak tambahan yang kena saat kita menikmati hiburan. Nah, kenapa sih pemerintah di berbagai negara menerapkan pajak ini?

Mengapa Pajak Hiburan Diperlukan?

Penerapan pajak hiburan di suatu negara biasanya dilatarbelakangi 2 hal, yaitu:

  1. Sebagai sumber pendapatan negara Pajak hiburan bisa menyumbang cukup besar pada APBN suatu negara. Makin besar industri hiburannya, makin besar pula potensi penerimaan pajaknya.
  2. Untuk mengatur industri hiburan Dengan pajak, pemerintah bisa mengatur agar industri hiburan tidak berkembang liar. Selain itu lewat pajak, pemerintah juga bisa mendukung perkembangan industri hiburan dalam negeri.

Nah, setelah paham definisi dan latar belakangnya, saatnya kita lihat penerapan pajak hiburan di Indonesia sendiri.

Berapa Besar Pajak Hiburan di Indonesia?

Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tarif pajak hiburan di Indonesia adalah 25% dari harga tiket yang dijual.

Artinya dari setiap tiket yang terjual senilai Rp 100.000, pemerintah daerah berhak memungut pajak sebesar Rp 25.000.

Menurut catatan Kementerian Keuangan, tarif 25% tersebut merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asia dan cukup tinggi dibandingkan global. Mari kita bandingkan dengan beberapa negara lainnya!

Bandingkan dengan Jepang

Di Jepang, pajak hiburan dikenal sebagai “zei” atau hiburan venues tax. Pajak ini berkisar 5% dari harga tiket. Cukup rendah bukan dibanding Indonesia?

Menariknya di Jepang hasil pajak hiburan digunakan untuk subsidi seni dan budaya. Tentu ini bisa mendorong industri kreatif Negeri Sakura semakin berkembang.

“Di Jepang, pajak yang dipungut dari hiburan digunakan untuk mengembangkan seni dan kebudayaan. Hal ini menarik untuk dicontoh.”

Bandingkan dengan Singapura

Singapura menerapkan pajak hiburan berkisar 10-15% tergantung jenis hiburannya. Untuk bioskop dan pagelaran kesenian klasik seperti teater dan orkestra, pajaknya 10%. Sementara untuk konser musik pop seperti K-Pop, tarifnya bisa sampai 15%.

Secara keseluruhan tarif di Singapura masih lebih rendah dari pajak hiburan di Indonesia lho.

Jenis HiburanIndonesiaSingapura
Bioskop & Teater25%10%
Konser Pop25%15%

Bandingkan dengan Malaysia

Tidak jauh berbeda dari Singapura, Malaysia juga menerapkan tarif beragam untuk pajak hiburan tergantung jenis acaranya:

  • Pertunjukan film di bioskop: 5%
  • Konser musik: 10-25%

Bandingkan dengan Thailand

Thailand punya pajak hiburan yang tergolong sangat rendah. Tarifnya hanya 2% untuk semua jenis hiburan, mulai dari bioskop, konser musik, bahkan night club.

Jadi jangan heran kalau banyak artis internasional yang manggung di Bangkok. Tiketnya bisa terjangkau karena pajaknya cuma 2% dari harga tiket.

Bandingkan dengan Korea Selatan

Negeri Ginseng ini menerapkan tarif sebesar 10% untuk pajak hiburan. Ini pun masih jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia yang 25%.

Tak heran industri musik dan perfilman Korea Selatan bisa bekembang pesat. Harga tiketnya terjangkau karena pajak hiburannya rendah. Fans pun jadi lebih mudah menonton idola mereka.

Bandingkan dengan Tiongkok

Tiongkok sebagai negara komunis terbesar di dunia ternyata menerapkan pajak hiburan yang cukup rendah, yaitu hanya 3-5% tergantung provinsi.

Di Beijing dan Shanghai pajak hiburannya 5%, sedangkan di provinsi seperti Guangdong dan Zhejiang hanya 3%.

Pajak sebesar 3-5% ini sangat minim jika dibandingkan pajak hiburan di Indonesia yang 25%!

Bandingkan dengan India

India sebagai negara dengan populasi terbesar kedua di dunia rupanya menerapkan pajak hiburan cukup tinggi juga, meski tak sebesar Indonesia.

Tarif pajak hiburan di India berkisar antara 18-28% tergantung negara bagiannya. Jadi masih lebih rendah sedikit dibanding Indonesia.

Misalnya negara bagian Maharashtra, tempat kota Bollywood Mumbai berada, menerapkan pajak hiburan sebesar 28%. Sedangkan di Delhi hanya 18%.

Secara keseluruhan, rata-rata pajak hiburan di India adalah sekitar 20-25%. Masih sedikit lebih rendah dibanding Indonesia.

Bandingkan dengan Inggris

Di Inggris, pajak hiburan dikenal dengan amusement tax atau theatre tax. Tarifnya sebesar 20% dari harga tiket, lebih rendah sedikit dari Indonesia.

Pajak ini berlaku untuk berbagai jenis hiburan seperti bioskop, pagelaran musik, festival, pameran, dan taman hiburan. Jadi tarif 20% nya merata untuk semua jenis entertainment.

Meski begitu, industri hiburan Inggris tidak kalah majunya dari Indonesia lho.

Bandingkan dengan Perancis

Perancis menerapkan VAT (PPN) sebesar 10% untuk semua jenis hiburan. Ini sama seperti PPN umum di Indonesia yang juga 10%.

Jadi bisa dibilang, pajak khusus untuk hiburan di Perancis hanya 10%. Kalau di Indonesia kan ada PPN 10% plus pajak hiburan 25%. Makanya totalnya bisa sampai 35%!

Mungkin makanya seniman dan musisi asal Perancis banyak yang terkenal. Mereka nggak dibebani pajak tinggi sih!

Bandingkan dengan Jerman

Jerman menerapkan pajak pertunjukan (show tax) sebesar 19% untuk hiburan seperti konser musik, festival, dan pagelaran seni pertunjukan.

Sedangkan untuk bioskop, pajaknya lebih rendah yaitu 7%. Secara keseluruhan pajak hiburan di Jerman masih lebih rendah dibanding Indonesia.

Tak heran grup musik elektronik seperti Kraftwerk lahir dari negara ini.

Bandingkan dengan Kanada

Di Kanada, pajak hiburan dikenal dengan amusement tax atau ticket sales tax. Tarifnya sangat rendah, yaitu cuma 5%.

Pajak 5% ini berlaku untuk tiket bioskop, konser, pertandingan olahraga profesional, dan taman hiburan. Jauh lebih minim dibanding pajak hiburan 25% di Indonesia ya!

Bandingkan dengan Amerika Serikat

AS menerapkan pajak hiburan atau amusement tax yang nilainya bervariasi antara 0-12% tergantung negara bagian.

Misalnya di California, pajak hiburan untuk konser dan pagelaran seni sebesar 10%. Sementara di Florida untuk bioskop dan konser musik dikenai pajak 4%.

Rata-rata pajak hiburan di AS berkisar 5-8%. Ini jauh lebih minim dibanding tarif 25% yang diterapkan di Indonesia.

Mengapa Pajak Hiburan di Indonesia Sangat Tinggi?

Setelah kita bandingkan berbagai negara di atas, bisa disimpulkan bahwa pajak hiburan 25% di Indonesia tergolong sangat tinggi di dunia.

Lantas kenapa sih pemerintah menerapkan tarif selangit ini? Ada 2 alasan utama:

1. Sebagai sumber pendapatan negara

Pemerintah menganggap industri hiburan sebagai ladang uang yang bisa dipajaki tinggi. Semakin banyak hiburan, berarti makin besar uang yang mengalir ke kas negara.

Contohnya pajak dari konser musik internasional dengan puluhan ribu penonton. Bisa menghasilkan miliaran rupiah pajak!

2. Industri hiburan dianggap menguntungkan

Banyak produser dan promotor hiburan menghasilkan keuntungan besar dari konser musik, festival film, dan sejenisnya. Pemerintah ingin mengambil sebagian keuntungan itu lewat pajak yang tinggi.

Meski dilihat menguntungkan, tingginya pajak hiburan juga berdampak buruk lho bagi perkembangan industri kreatif Tanah Air.

Apa Dampak Tingginya Pajak Hiburan di Indonesia?

Pajak 25% tentu memberatkan para pelaku industri hiburan dalam negeri. Setidaknya, ada 2 dampak negatif yang ditimbulkan:

1. Harga tiket mahal

Dengan pajak 25% yang dipungut, maka produser/promotor terpaksa menaikkan harga tiket acara mereka agar tetap untung.

Akibatnya, tiket konser atau festival film jadi sangat mahal dan susah dijangkau audiens Indonesia.

Contohnya harga tiket konser artis internasional di Indonesia bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Mahal banget kan?

Nah ini salah satunya karena beban pajak hiburan yang tinggi.

2. Perkembangan industri hiburan terhambat

Selain mahal, pajak 25% juga bikin enggan promoter dari luar negeri menggelar event di Indonesia. Mereka mending bawa artisnya manggung di negara tetangga yang pajaknya lebih ramah.

Akibatnya perkembangan industri music dan entertainment Tanah Air jadi kurang maksimal.

Haruskah Pajak Hiburan di Indonesia Diturunkan?

Seiring berkembangnya zaman, sudah saatnya Indonesia meninjau kembali kebijakan pajak hiburan yang tertinggi di dunia tersebut.

Pertanyaannya sekarang, apakah pajak hiburan 25% di Indonesia memang patut diturunkan?

Ada 2 sisi yang bisa dipertimbangkan:

Ya, Pajak Harus Diturunkan

Penurunan pajak hiburan bisa memberikan angin segar bagi perkembangan industri kreatif dalam negeri. Harga tiket jadi lebih terjangkau sehingga lebih banyak masyarakat yang bisa mengakses hiburan.

Selain itu Indonesia juga jadi lebih kompetitif menarik promotor internasional menggelar acara di sini. Pendapatan daerah dari sektor pariwisata juga bisa meningkat. Jadi sebenarnya penurunan pajak ini justru untung semua pihak.

Tidak, Pajak Tetap Dipertahankan

Di sisi lain, pajak hiburan juga menjadi pemasukan penting bagi kas daerah dalam jumlah miliaran rupiah setiap tahunnya. Menurunkan pajak sama saja berkurangnya pemasukan APBD.

Selain itu, industri hiburan memang diuntungkan dengan pajak yang tinggi ini. Apalagi hidup seniman dan musisi kan gemerlap, jadi wajar saja kalau dikenai pajak lebih. /s

Jadi ya begitulah ada 2 sisi yang bisa dipertimbangkan soal revisi pajak hiburan di Indonesia. Menurut Anda sendiri bagaimana?

Kesimpulan

Indonesia kini menerapkan pajak hiburan tertinggi di dunia yaitu 25% dari harga tiket. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia (5-25%), Singapura (10-15%), dan Thailand (2%). Apalagi dibandingkan negara maju macam Jepang (5%), Jerman (7-19%), dan Kanada (5%).

Tingginya pajak tentu memberatkan para pelaku industri dan menghambat perkembangan hiburan Tanah Air. Harga tiket jadi mahal dan event internasional enggan digelar di Indonesia.

Namun di sisi lain pajak ini juga menjadi sumber pendapatan daerah dalam jumlah miliaran tiap tahunnya. Jadi ada sisi positif dan negatif yang perlu dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan.

Ke depannya pemerintah harus berpikir ulang apakah pajak 25% ini layak dipertahankan atau justru diturunkan demi kemajuan industri kreatif Indonesia. Tentu dengan pertimbangan yang matang dari semua pihak terkait.

FAQ

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan terkait pajak hiburan di Indonesia:

Apakah pajak hiburan berlaku untuk film luar negeri?

Ya, pajak 25% berlaku untuk semua film import maupun lokal yang ditayangkan di bioskop Indonesia.

Mengapa artis Korea/Jepang jarang konser di Indonesia?

Selain pasar yang belum terlalu besar, pajak hiburan yang tinggi juga menjadi pertimbangan untuk manggung di Indonesia. Promotor mereka enggan menetapkan harga tiket tinggi.

Bisakah pajak 25% ini dikurangi menjadi 10% misalnya?

Bisa saja. Pemerintah berhak mengubah tarif pajak hiburan sesuai situasi dan kondisi terkini. Namun tentu ini memerlukan kajian dan persetujuan DPR.

Apakah penonton juga kena pajak 25% ini?

Tidak. Pajak 25% ini hanya dikenakan pada penyelenggara/promotor acara saja, yaitu dari harga tiket sebelum dijual ke penonton. Jadi penonton tidak kena pajak lagi.

Siapa saja yang wajib membayar pajak hiburan?

Semua promotor/produser yang menyelenggarakan hiburan dengan penjualan tiket. Contohnya producer konser musik, festival film, pagelaran budaya, pertandingan olahraga, dan sejenisnya. Mereka wajib membayar 25% dari total penjualan karcis.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button