Pengetahuan

Kenapa Bangunan di Jepang Tahan terhadap Gempa?

Jepang merupakan salah satu negara dengan tingkat aktivitas kegempaan tertinggi di dunia. Tiap tahunnya, ada sekitar 1500 gempa berkekuatan lebih dari 3 SR [Richter Scale] yang mengguncang Jepang. Hal ini membuat bangunan di Jepang harus direkayasa untuk mampu bertahan dari getaran gempa kuat yang akan terus terjadi berulang kali. Kesalahan kecil dalam perencanaan saja dapat mengakibatkan kerusakan fatal pada bangunan ketika gempa besar terjadi. Lalu, apa saja rahasia di balik ketahanan bangunan di Jepang yang membuatnya mampu bertahan dari gempa? Mari kita bahas satu per satu.

Sejarah Singkat Gempa di Jepang

Sebelum mengupas lebih jauh, penting bagi kita untuk memahami dulu sedikit sejarah bencana gempa yang pernah menghantam Jepang. Berikut ini beberapa kejadian gempa terparah yang tercatat di sepanjang sejarah:

  • 1923: Gempa Besar Kanto Kekuatan 7,9 – 8,4 SR, 142,000 korban jiwa
  • 1948: Gempa Fukui Kekuatan 7,3 SR, 3700 korban jiwa
  • 1995: Gempa Besar Hanshin Kekuatan 6,8 SR, 6434 korban jiwa
  • 2011: Gempa bumi dan tsunami Tohoku Kekuatan 9,1 SR, 15.894 korban jiwa

Total kerugian ekonomi dari gempa di Jepang diperkirakan hingga triliunan yen. Hal ini mendorong Jepang untuk fokus pada penelitian di bidang kegempaan dan rekayasa kegempaan bangunan. Regulasi dan standar bangunan pun terus disempurnakan seiring terjadinya gempa dahsyat agar kerugian dan jatuh korban jiwa dapat diminimalkan di masa depan.

“Gempa mematikan di masa lalu mendorong Jepang untuk mengembangkan teknik rekayasa gempa terbaik”

Dengan pengalaman bertahun-tahun menghadapi gempa, kini Jepang telah berhasil mengembangkan standar bangunan tahan gempa yang sangat tinggi. Teknologi bangunan anti-gempa di Jepang juga terus berevolusi dan mampu bertahan ketika gempa besar kembali menerjang.

Faktor Utama di Balik Ketahanan Gempa Bangunan Jepang

Lalu apa saja sebenarnya faktor utama yang membuat bangunan di Jepang tahan terhadap gempa? berikut penjabarannya:

1. Peraturan Bangunan Anti-gempa yang Ketat

Pemerintah Jepang telah menetapkan ketentuan konstruksi bangunan anti-gempa yang sangat rinci dan ketat. Semua jenis struktur bangunan diwajibkan memenuhi peraturan agar mampu bertahan dari gempa hingga intensitas tinggi. Beberapa hal yang diatur antara lain:

  • Ketahanan struktur minimum: Bangunan direncanakan agar tidak rubuh selama gempa hingga intensitas tertentu
  • Keausan maksimum struktur: Deformasi bangunan dibatasi agar penghuni tetap aman
  • Kesesuaian material: Bahan bangunan harus memenuhi standar kuat, tahan aus, dan lentur
  • Analisis resiko gempa rinci: Semua potensi bahaya gempa di lokasi bangunan harus diperhitungkan

Standar ini terus disempurnakan dan ditingkatkan agar bangunan lebih aman dari bencana gempa di masa depan. Hingga saat ini, bangunan di Jepang merupakan yang tersafest di dunia dari ancaman gempa.

2. Desain Struktur dan Fondasi Khusus Anti-gempa

Struktur bangunan dirancang khusus agar mampu bergoyang mengikuti arah getaran gempa tanpa runtuh. Semakin tinggi dan besar sebuah bangunan, tentu semakin besar pula gaya yang harus diterimanya ketika gempa. Oleh karena itu diperlukan desain struktur pintar yang mampu menahan dan menyebarkan energi getaran dengan baik agar bangunan tetap kokoh.

Beberapa contoh desain struktur khusus pada bangunan di Jepang:

  • Dinding geser atau shear walls pada bangunan tinggi. Berfungsi mentransfer getaran lateral ke pondasi.
  • Struktur rangka baja dengan sambungan elastis yang mampu bergoyang tanpa patah.
  • Sistem dampers atau peredam getaran dalam struktur bangunan.

Sementara itu, pondasi yang dalam serta penggunaan tiang pancang juga penting untuk menahan gaya lateral akibat gempa. Pondasi mendalam mampu mentransfer energi getaran dalam jumlah besar ke tanah secara efektif.

3. Bahan Bangunan Yang Mampu Menyerap Getaran

Bahan bangunan seperti beton bertulang, baja, dan kayu dipilih secara cermat agar bangunan lentur dan mampu menyerap getaran gempa yang terjadi. Ketahanan bahan bangunan sama pentingnya dengan struktur agar mampu memikul beban dinamis akibat gempa yang mendadak dan ekstrem.

Contoh penggunaan bahan lentur pada bangunan di Jepang:

  • Beton bertulang yang dirancang dengan kekuatan tertentu
  • Baja profil dengan tingkat kelenturan yang tinggi
  • Kayu lapis yang dilapisi material peredam
  • Kaca/panel berpelindung lapisan elastis penyerap getar

Dengan bahan-bahan ini, bangunan menjadi lebih mampu beradaptasi ketika terjadi perubahan mendadak akibat goyangan kiri-kanan maupun atas-bawah saat gempa melanda.

4. Penerapan Sistem Isolasi Gempa

Sistem isolasi gempa sudah lazim diterapkan pada berbagai infrastruktur vital dan bangunan penting agar terhindar dari kerusakan akibat gempa. Prinsip kerjanya adalah memutus jalur penyebaran gelombang/getaran seismik dari tanah ke struktur bangunan itu sendiri.

Dengan sistem isolasi gempa:

  • Energi getaran gempa terserap oleh perangkat isolator, tidak mencapai struktur di atasnya
  • Frekuensi alami struktur berubah, sehingga getaran gempa tidak lagi bersinkronisasi dengan struktur bangunan

5. Teknologi “Core Catcher” pada Struktur Inti Gedung

Beberapa pencakar langit dan gedung tinggi di Jepang dilengkapi sistem tangkap inti atau core catcher yang terpasang pada struktur intinya. Perangkat ini berfungsi menjaga agar inti/bagian tengah struktur bangunan tetap berdiri kokoh walaupun seluruh bagian gedung runtuh akibat gempa dahsyat.

Dengan inti bangunan yang tetap stabil pascagempa, kerusakan serta korban jiwa dapat ditekan seminimal mungkin meskipun seluruh bagian luarnya ambruk. Core catcher juga mempermudah evakuasi penghuni yang terperangkap dan proses rekonstruksi pascagempa.

6. Sambungan antar Komponen yang Lentur tapi Kuat

Bagian dalam struktur bangunan mengandung puluhan hingga ratusan sambungan antar balok, kolom, plat lantai, dan komponen struktur lainnya. Jika sambungan ini kaku/rapuh, maka bangunan akan dengan mudahnya retak dan ambruk ketika gempa terjadi. Itulah mengapa setiap sambungan pada struktur bangunan Jepang dibuat lentur namun tetap kuat agar tidak mudah patah.

Material peredam seperti karet atau bantalan kejut juga sering dipasang pada bidang kontak antar komponen struktur. Metode sambungan fleksibel ini meningkatkan kelenturan bangunan dalam menghadapi guncangan gempa yang mendadak dan ekstrem.

7. Pondasi Mendalam dan Tiang Pancang Baja

Gempa bumi dapat memindahkan tanah secara horizontal maupun vertikal, menghasilkan gaya lateral yang besar pada fondasi bangunan. Agar bangunan tidak mudah miring atau amblas, digunakan sistem pondasi mendalam berupa tiang pancang baja yang dihujamkan puluhan meter ke lapisan tanah yang stabil.

Dengan kedalaman hingga 100 meter di bawah permukaan, gaya gempa yang besar dapat didistribusikan dengan baik ke lapisan tanah yang kokoh agar struktur di atasnya tetap stabil. Sistem pondasi mendalam juga mencegah bangunan dari bahaya amblesan/likuifaksi jika lapisan pasir dan lumpur di bawahnya bergerak akibat gempa.

8. Dinding Geser Beton Bertulang Kuat

Dinding geser atau shear walls merupakan teknik populer yang digunakan untuk menahan guncangan gempa pada bangunan tinggi. Dinding-dinding ini terbuat dari beton bertulang yang sangat kuat dan kokoh dalam menahan gaya horizontal.

Getaran alami struktur bangunan tinggi seiring ketinggiannya juga semakin besar. Dinding geser yang kokoh diperlukan agar getaran dan lengkungan struktur dapat dibatasi, sehingga deformasi permanen akibat gempa tidak terjadi.

9. Rangka Baja Elastis

Sistem struktur rangka baja (steel frame) juga jamak diaplikasikan pada berbagai jenis bangunan Jepang. Rangka baja yang kuat dan fleksibel sangat sesuai digunakan di wilayah rawan gempa ini.

Titik sambungan antar balok dan kolom pada rangka menggunakan metode las atau baut yang dirancang sangat elastis. Pada saat terjadi guncangan gempa, struktur rangka baja mampu bergerak lentur mengikuti arah getaran tanpa kehilangan kekuatan atau runtuh.

10. Atap Ringan untuk Mengurangi Beban Struktur

Atap merupakan salah satu komponen vital dalam sebuah bangunan yang juga harus mampu menahan getaran akibat guncangan gempa agar tak melengkung atau rubuh. Oleh karenanya, atap bangunan Jepang dibuat semiringan dan sesederhana mungkin agar bebannya pada struktur di bawahnya juga minimum.

Material seperti rangka baja ringan dan penutup atapfiberglass sudah banyak digunakan menggantikan kayu atau beton yang lebih berat. Dengan atap yang lebih ringan, struktur bangunan jadi lebih fleksibel bergerak mengikuti arah getaran ketika gempa terjadi.

11. Pintu dan Jendela dengan Engsel Lentur

Pintu dan jendela merupakan celah alami yang dapat menjadi titik lemah struktur bangunan ketika gempa terjadi. Untuk mencegah ambruk atau hantaman pintu/jendela akibat getaran ekstrem, dipasang engsel dan pengait fleksibel yang memberi toleransi pergerakan dalam arah lateral.

Bila gempa terjadi, daun pintu dan jendela tetap menempel pada rangka dengan aman meskipun bergerak maju mundur atau berguncang kencang. Engsel lentur ini juga melindungi kusen dan bingkai pintu/jendela dari keretakan parah akibat tekanan berlebih.

12. Pipa Air dan Gas yang Lentur

Instalasi utilitas seperti pipa air dan gas yang kaku juga rentan bocor dan putus saat gempa menerjang. Oleh karena itu, pada bangunan di Jepang banyak digunakan pipa lentur yang terbuat dari bahan PVC, stainless steel, atau tembaga.

Ketika getaran gempa mengguncang bangunan, pipa lentur ini mampu mengikuti deformasi struktur tanpa mudah bocor atau putus. Sambungan antar pipa juga diberi kelonggaran agar air dan gas tetap mengalir meski strukturnya bergerak ekstrem.

13. Sistem Kabel Listrik Longgar

Persis seperti pipa air dan gas, sistem kabel listrik yang kaku dan tegang juga rawan putus dan menimbulkan bahaya kebakaran saat gempa menerjang. Maka dari itu, pemasangan kabel listrik pada bangunan di Jepang dibuat agak longgar dengan toleransi pergerakan tertentu.

Kelonggaran kabel memungkinkannya tetap lentur saat struktur bergetar. Sengatan listrik akibat putusnya kabel pun bisa dihindari. Sistem grounding yang andal juga penting agar risiko kejutan listrik bisa diminimalkan saat getaran gempa melanda bangunan.

14. Peredam Getaran pada Struktur

Peredam getaran atau damper merupakan komponen penting pada rekayasa kegempaan bangunan Jepang. Dipasang pada berbagai titik struktur bangunan, damper berfungsi meredam dan menyerap sebagian besar energi getaran agar struktur utama tidak mengalami guncangan berlebih.

Damper bekerja dengan memanfaatkan gesekan, pemampatan gas atau cairan, dan gaya pegas/elektromagnetik untuk meredam getaran dalam struktur bangunan. Dengan mereduksi energi getaran yang terserap, stabilitas struktur bangunan dapat terjaga dengan baik.

15. Simulasi Gempa saat Perancangan Bangunan

Teknologi simulasi komputer kini memungkinkan para insinyur untuk memodelkan, menganalisis, dan mensimulasikan respons suatu bangunan ketika diterjang gempa dahsyat. Simulasi gempa dilakukan dengan memvariasikan besaran gempa serta lokasi dan kedalaman pusat gempanya.

Dengan simulasi gempa, titik-titik kritis pada struktur bangunan dapat teridentifikasi sejak tahap desain. Insinyur dapat mengoptimalkan struktur bangunan untuk menahan getaran ekstrem yang mungkin terjadi di lokasi tersebut. Simulasi gempa sangat membantu untuk meningkatkan ketahanan bangunan sebelum konstruksi dilaksanakan.

16. Pengujian Berkala Struktur Gedung

Selain simulasi komputer, testing fisik juga tak kalah penting untuk memastikan bangunan telah memenuhi standar keamanan gempa. Pengujian berkala dilakukan dengan mengguncang struktur bangunan menggunakan getaran buatan dengan intensitas tinggi untuk mensimulasikan gempa.

Sensor-sensor canggih dipasang pada berbagai titik kritis untuk mendeteksi respons struktur akibat getaran buatan tersebut. Data hasil pengujian sangat berharga bagi insinyur untuk mengevaluasi kinerja struktur bangunan dalam menahan beban dinamis akibat gempa. Tes berkala biasanya wajib dilakukan setelah bangunan beroperasi beberapa tahun.

17. Budaya Merawat dan Memelihara Gedung

Di Jepang, perawatan gedung secara berkala merupakan hal wajib yang sudah menjadi bagian dari budaya mereka. Pemeriksaan rutin kondisi struktur bangunan sangat diperlukan untuk mendeteksi sedini mungkin jika terjadi kerusakan atau penurunan kekuatan akibat aus dan lelah material.

Perbaikan dan penguatan struktur bangunan secara berkala juga penting agar bangunan terus memenuhi standar keamanan gempa terbaru. Dengan perawatan yang rutin dan berkala, diharapkan bangunan akan terus kokoh bertahan dari guncangan gempa yang mungkin terjadi di masa depan.

Kesimpulan

Begitulah berbagai faktor utama di balik tingginya ketahanan gempa pada bangunan-bangunan di Jepang. Standar bangunan anti gempa yang sangat ketat, kombinasi material dan desain struktur yang cerdas, hingga budaya merawat gedung yang tinggi adalah kuncinya.

Ketahanan gempa yang tinggi tentu membutuhkan investasi yang besar. Namun, hal ini layak dilakukan mengingat Indonesia juga termasuk wilayah yang rawan gempa. Dengan menerapkan standar serupa, diharapkan kelak bangunan di Indonesia dapat setangguh di Jepang dalam menghadapi gempa.

FAQ

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan terkait dengan kemampuan bangunan Jepang dalam menahan guncangan gempa:

Q: Mengapa Jepang sangat fokus pada riset dan teknologi bangunan anti gempa?

A: Karena letak geografisnya yang berada di pertemuan beberapa lempeng tektonik aktif, Jepang sangat rawan gempa kuat. Pengalaman pertama mereka soal bencana gempa yang mematikan mendorong Jepang untuk berfokus pada riset dan rekayasa kegempaan bangunan agar korban jiwa dapat ditekan.

Q: Apakah teknologi bangunan anti gempa dari Jepang bisa diaplikasikan untuk Indonesia?

A: Tentu bisa. Indonesia dan Jepang sama-sama wilayah dengan tingkat aktivitas kegempaan yang intens. Standar dan best practices rekayasa bangunan tahan gempa dari Jepang sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia.

Q: Berapa persen kemungkinan bangunan di Jepang mampu survive bila gempa besar 10 SR terjadi?

A: Mayoritas bangunan krusial dan penting di Jepang dirancang agar mampu survive pada kekuatan gempa hingga Upper 6 SR (skala Jepang) atau setara dengan 10 SR skala Richter. Level ini melampaui ambang batas kekuatan gempa terbesar yang pernah terjadi di Jepang (Tohoku 2011 sekitar 9 SR Richter). Jadi probabilitasnya sangat tinggi untuk tetap berdiri meski gempa 10 SR terjadi.

Sumber Referensi:

  • National Geographic. How Japan’s earthquake architecture saves lives. https://www.nationalgeographic.com/culture/article/japan-earthquake-architecture
  • ScienceDirect. An Overview of the Development of Seismic Design Codes for Buildings in Japan. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S187770581732869X
  • California Seismic Safety Commission. The Tohoku Japan Earthquake and Tsunami of 2011: Surviving Disasters by Design. https://ssc.ca.gov/forms_pubs/cssc_2012-02_tohoku.pdf

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button